Apa yang Harus Dipahami dari Fenomena Hacker Bjorka ?
Senin, 12 September 2022 - 10:53 WIB
Master News
Apa yang Harus Dipahami dari Fenomena Hacker Bjorka ?. Foto : DW (SoftNews) 
Apa yang Harus Dipahami dari Fenomena Hacker Bjorka ?
Masternews, Jakarta - Dalam beberapa hari belakang ini, hacker Bjorka mendadak jadi perbincangan publik Indonesia. Usai diduga membobol dan menjual data pribadi WNI, terakhir sampai doxing ke pejabat pemerintahan, salah satunya Menkominfo Johnny G. Plate.

Peretas yang menamakan dirinya Bjorka ini pertama kali muncul saat menjual data-data diklaim dari IndiHome di forum breached.to pada Agustus lalu. Namun, pihak Telkom membantah adanya kebocoran data tersebut.
Bjorka kembali muncul lagi dengan mengatakan punya 1,3 miliar data registrasi SIM card prabayar yang isinya berupa nomor telepon, operator seluler, NIK, nomor KK, hingga tanggal pendaftaran. Seolah-olah untuk meyakinkan, Bjorka membagikan data gratis sebagai bukti sebanyak dua juta pendaftar kartu SIM tersebut.

Dari hasil penelusuran awal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dilakukan bersama dengan pihak terkait, seperti operator seluler dan Dukcapil pada (5/9) ada struktur data yang bocor, tetapi tidak sama persis setelah dicocokkan. Setidaknya, ada beberapa yang serupa, seperti nomor telepon dan Nomor Induk Kependudukan (NIK)

"Tapi yang struktur lainnya itu tidak sama, ini yang lagi kita perdalam. Ini di mana, ini datanya siapa dan di mana kebocorannya," kata Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan waktu itu.
Meski hacker Bjorka menyebutkan asal kebocoran registrasi SIM card ini bersumber dari Kominfo, pihak Kominfo membantah tudingan hacker tersebut. Adapun operator seluler melalui Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) telah melakukan investigasi, hasilnya telah diserahkan kepada Kominfo pada (8/9).
Aksi Bjorka terus berlanjut dengan menyebarkan dokumen rahasia Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang kemudian dibantah oleh pihak istana pada (11/9). Berawal dari jual beli data pribadi, Bjorka mendadak menjelma doxing data pribadi pejabat pemerintah, salah satunya Menkominfo Johnny G. Plate, mengungkap dalang pembunuh aktivis Munir, sampai senggol Dirjen Aptika Kementerian kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan penggiat media sosial Denny Siregar.

Melihat fenomena hacker Bjorka ini, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan peretas atau kejahatan siber pada umumnya sudah bekerja lama dengan mengincar data korban, baik bersifat individu maupun database layanan aplikasi, perusahaan atau lembaga kenegaraan. "Dikumpulin dulu baru kemudian dijual atau dimanfaatkan untuk kejahatan lainnya," kata Heru.

Namun, dari fenomena Bjorka yang terjadi ini, ia menyoroti kasus kebocoran data yang masih saja sering terjadi di Indonesia. Padahal, saat ini sudah era digital dan Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan adopsi penggunaan layanan teknologi yang terus meningkat. "Ramainya isu kebocoran mengindikasikan bahwa keamanan siber dan keamanan data kita lemah. Ini sudah SOS. Jangan sampai kita dijuluki negara "open source" di mana semua data pribadi masyarakat apalagi para pejabat kemudian jadi konsumsi umum," ungkapnya.

Lebih lanjut, Bjorka yang juga membocorkan data WNI yang berasal dari KPU itu juga dinilai penting, karena berisikan daftar pemilih, caleg, capres semua terbuka, sehingga jadi incaran dan obyek pengumpulan data masyarakat.
"Data pengguna Aplikasi PeduliLindungi juga jadi incaran. PeduliLindungi kan penggunanya banyak, hampir seluruh penduduk Indonesia. Sehingga tidak heran kalau lihat data yang disebarkan Bjorka beberapa hari terakhir adalah data dari PeduliLindungi dengan adanya keterangan soal vaksin di bagian bawah," kata mantan komisioner BRTI ini.
"Yang perlu dipahami dari fenomena Bjorka ini, pertama, keamanan siber dan keamanan data kita lemah atau rapuh karena kepedulian kita semua rendah serta keamanan siber dan keamanan data tidak dijalankan dengan baik dan benar. Termasuk misalnya, tidal bisa menyelesaikan keamanan siber dan keamanan data dengan sekadar narasi. Bahkan bila UU PDP disahkan pun tidak serta merta siber kita aman dan data kita tidal bocor lagi," tutur Heru.
Selain itu dari kebocoran data yang terjadi belakangan ini terjadi, justru yang dipertontonkan adalah lempar-lemparan tanggungjawab. Menurut Heru, itu menjadi bukti bahwa belum terjalin kerja secara bersama membangun dan mengamankan ruang digital dan tata kelola data.

"Sebab kunci keamanan siber dan keamanan data adalah kolaborasi semua stakeholders. Pemerintah, PSE, akademisi, masyarakat termasuk media. Dan pemerintah sesuai UU yang ada sangat ini berada di depan mengorkestrasi keamanan siber dan keamanan data. Masyarakat memang perlu mendukung, tapi aneh jika semua kesalahan kemudian dilimpahkan ke masyarakat," ucapnya. Heru menambahkan, masyarakat senang menggunakan layanan digital dan mentransformasikan dirinya ke digital, tapi mereka juga maunya aman. Hal itulah, kata Heru, tugas negara memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dalam memanfaatkan layanan digital.
All Rights Reserved. Master News 2022